Ikut Pilgubsu 2024, Guru Besar UHN: Peluang Menang Edy Rahmayadi Masih Besar

Spread the love

MEDAN | GANTARITV.ID – Edy Rahmayadi yang maju sebagai bakal calon (Bacalon) Gubernur Sumatera Utara (Sumut) dari PDIP dinilai bakal sulit menang melawan Bobby Nasution pada Pilkada 2024.

Spekulasi itu muncul di publik karena melihat fakta bahwa Bobby didukung banyak partai besar dalam super koalisinya. Terakhir, PKS ikut bergabung ke koalisi tersebut.

Guru Besar Universitas HKBP Nommensen Medan, sekaligus pengamat politik dan kebijakan publik, Marlan Hutahaean, berpendapat bahwa peluang Edy menang justru masih besar sebagai incumbent.

“Pertama, tentunya sebagai incumbent. Apapun ceritanya, masih punya pengaruh. Kedua, sebagai incumbent, Edy sudah menguasai teritorial, di samping dia pernah juga jadi Pangdam di Sumut. Jadi dengan penguasaan teritorial, kemudian pernah jadi incumbent, dia tentu tahu lah karakter masyarakat Sumut,” katanya kepada mistar.id, Selasa (20/8/24).

Marlan melanjutkan, secara teori, antara partai pengusung calon kepala daerah atau presiden dan suara partai di legislatif tidak selalu berbanding lurus.

“Kadang bisa sangat signifikan perbedaannya. Karena legislatif perseorangan, jadi bisa dipengaruhi beberapa hal, katakanlah karena keluarganya, karena label tertentu, atau karena sesuatu yang lain. Artinya, sebesar apa pun koalisi itu tidak selalu berbanding lurus,” sebutnya.

Selanjutnya, Marlan menjelaskan bahwa bisa saja partai-partai pendukung itu mendukung karena sesuatu. Nanti mesin partainya bisa dilihat, jalan atau tidak. Tapi kalau melihat PDIP, hampir bisa dipastikan akan all-out.

“Jadi suara Pak Edy selama ini ditambah dengan suara kader, basis partai, saya pikir itu bisa menjadi besar. Tinggal nanti bagaimana memilih siapa calon wakil yang tepat,” jelasnya.

Mengenai wakil, Marlan berpandangan, sebaiknya calon wakil Edy dari luar kader PDIP. Sebab di Pilkada, selain tentang kinerja, popularitas calon juga penting.

“Asumsinya, kader PDIP kan sudah jelas suaranya, mereka solid. Kalau solid, mereka jadi satu kelompok suara. Tapi kalau wakilnya dari PDIP juga, suara tidak bertambah kan?” tuturnya.

Menurutnya, Edy Rahmayadi yang bukan kader, pasti sudah punya basis suara sendiri. Begitupun dengan calon wakil, kalau diambil dari luar partai akan menambah basis suara lagi.

“Jadi menurut saya, calon wakilnya ambil juga dari luar. Karena ini akan menambah suara juga. Seperti yang tadi saya katakan, asumsinya kalau dari PDIP sudah utuh, untuk menambah basis suara, seperti Edy yang dari luar partai, calon wakilnya juga dari luar saja untuk menambah lagi,” lanjutnya.

Untuk siapa calon wakil yang potensial, bagi Marlan adalah tokoh yang bisa mengambil suara dari kantong-kantong daerah lain seperti Langkat, Deli Serdang, Simalungun, Labuhanbatu seluruhnya, dan lainnya.

 

“Kalau [Bupati] Asahan kan kemungkinan wakilnya Bobby. Jadi menurut saya lebih bagus begitu (calon wakil dari luar partai), agar lebih banyak basis suaranya. Karena pernah juga kita mendengar statement dari petinggi PDIP, bahwa fokus mereka itu kan ke bupati atau wali kota. Karena mereka sadar gubernur ini kan semi otonom, artinya kakinya sebelah, sebagai perwakilan pusat di daerah. Bagaimanapun pusat berkepentingan,” sebutnya.

 

Kemudian, Marlan menegaskan bahwa harus dibedakan antara Pilkada parsial (sendiri) dengan Pilkada serentak. Karena nanti mereka akan saling mendukung antara calon PDIP yang tingkat kabupaten/kota dengan tingkat provinsi.

“Mereka harus saling menopang. Misalnya Prof Ridha yang maju sebagai calon Walikota Medan, ini kan tidak sekadar untuk memenangkan dia, tapi harus memenangkan juga gubernurnya. Jadi model Pilkada serentak ini agak beda dengan Pilkada sebelumnya yang parsial,” tutupnya. (maulana/hm20)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *